Minggu, 17 April 2011

Sesuatu Yang Tertunda

Diposting oleh: Victor Hasiholan pada 18 April 2011, pukul 10:13 AM.


Berawal dari sebuah tweet: “Gimana kalau follower @nulisbuku yang ada di Jogja kumpul buat bikin sebuah klub buku?” dan dibalas dengan “Gimana kalau bikin NBC Jogja aja?”.

Begitu kira-kira percakapan saya dengan seseorang di balik layar akun Twitter @nulisbuku. Dari sinilah mulai terbentuk ide untuk membentuk komunitas penulis dan pembaca (penulis pasti seorang pembaca juga) di regional Jogja dan sekitarnya.

Tapi sebenarnya ide (dan impian saya) untuk membentuk sebuah klub buku sudah ada sejak lama di benak saya.
********/*******

Perjalanan saya sebagai seorang penulis berangkat dari sebuah komunitas. Di komunitas itu, pada awalnya, saya dididik agar bisa menulis dengan baik dan menghargai sebuah karya. Pada mulanya semua berjalan dengan baik-baik saja. Saya terus belajar dan saling berbagi segala hal (tidak saja tentang dunia literasi) dengan semua anggota di komunitas tersebut. Hingga akhirnya saya meninggalkan komunitas tersebut karena beberapa hal, entah apa saya tidak mengingatnya. Saya bahkan sudah lupa semua anggotanya! :D

Tapi sudahlah...

Setelah pergi dan tak kembali lagi, saya merenungkan satu hal: “Mungkin gak ya, ada seseorang di luar sana, yang punya minat dan keinginan untuk menjadi seorang penulis, seperti saya dahulu, tapi tidak tahu di mana dia bisa memulainya.

Pemikiran itu saya tulis dalam sebuah tweet dan status Facebook, dan mendapat respon dari beberapa orang. Salah satunya bernama Nanda Mayank. Hingga pada suatu malam, saya dan dia chatting via YM dan berniat membentuk sebuah klub buku yang anggotanya dimulai dari dua orang saja.

Visi kami saat itu sederhana. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Menemukan talenta penulis-penulis muda di Indonesia, khususnya di Jogja.
2. Mengembangkan dunia literasi di Indonesia yang (sepertinya) mati suri.

Kami kemudian merencanakan aktivitas (misi) di dalam komunitas tersebut:

1. Belajar menulis bersama.
Hal ini didasarkan dari pengalaman saya yang tumbuh dalam sebuah komunitas. Masukan, kritikan, pujian dan sanjungan dari pembaca, yang selanjutnya saya sebut feedback dari banyak orang, ternyata sangat berguna untuk perkembangan kualitas tulisan yang saya tulis dari waktu ke waktu. Dari sini saya belajar bahwa: pujian memberi kebahagiaan, dan kritikan memberi pelajaran. Keduanya berguna untuk mendewasakan penulis di masa depan.

2. Membuat sebuah proyek.
Awalnya dari tweet Djenar Maesa Ayu, saat dia mulai menulis buku “1 Perempuan 14 Laki-Laki”. Saat itu Djenar memberi saya ide tentang “menulis keroyokan”. Satu buku digarap beberapa orang. Setelah bisa kompak menulis bareng, kami berharap kalau nantinya komunitas ini bisa membuat sebuah karya nyata (gak cuma kumpul tanpa hasil apa-apa). Karena ini sebuah komunitas penulis, tentunya berupa karya tulis. Sebenarnya gak harus buku. Bisa juga sebuah skenario FTV, film layar lebar atau bahkan sebuah majalah yang terbit rutin tiap bulan.

3. Bertukar ide cerita.
Masih berkaitan dengan misi nomor dua. Saya kira di tiap benak penulis, setiap hari, pasti ada sebuah ide baru untuk dituliskan. Dan sayangnya itu semua tidak sempat untuk direalisasikan. Di komunitas ini kami mengharapkan masing-masing anggotanya bisa saling berbagi ide mentah. Mungkin ada anggota lainnya yang lebih bisa mengembangkannya menjadi sebuah cerita dan berakhir menjadi sebuah karya sastra yang dibukukan.

4. Berbagi pengalaman dan semangat.
Gak jarang sebagai penulis pemula, saya dulu moodnya sering naik turun saat menulis. Saat lagi naik, dalam sehari saya bisa menulis hingga 4000 kata. Apa saja. Dari mulai sebuah cerita pendek hingga tulisan yang berisi pikiran saya tentang kejadian di luar sana. Tapi saat lagi turun semangatnya, dalam seminggu saya bisa tidak menuliskan satu pun kata. Di dalam komunitas ini, kami berharap, kita bisa berbagi beberapa beberapa tips untuk mengatasi rasa moody ini. Kalau tips saya sederhana: saat tidak ingin menulis, mulailah membaca. Lalu tulis ulang apa yang sudah kamu baca. Karena bagi seorang penulis: tiada hari tanpa menulis. Dan di saat seorang penulis tidak menulis, pasti dia sedang membaca.

5. Berbagi koleksi buku.
Sejujurnya, tiap memasuki sebuah toko buku di mana saja, saya selalu punya keinginan untuk membaca semua koleksi yang ada. Tapi kembali ke alasan klasik: dana tidak mencukupi.. hehe. Jadi saya ingin di komunitas ini ada “acara” berbagi koleksi buku. Siapa tahu buku yang ingin saya baca dimiliki oleh anggota lainnya, begitu pula sebaliknya. Bahkan saya bermimpi, komunitas ini nantinya mempunyai sebuah perpustakaan kecil yang koleksinya berasal dari masing-masing anggotanya. Dari pada buku-buku itu hanya “dimakan” lemari, dan tidak mungkin kan semua koleksi buku kita dibaca semua dalam sehari dan tiap hari? Yah, untuk poin ini memang impian saya secara pribadi :D


Meskipun memang ada beberapa orang yang menganggap menulis dan membaca hanya untuk kesenangan, hobi atau sekedar pengisi waktu luang; tapi saya juga berpikir, pasti ada juga orang-orang yang tujuan hidupnya ingin menjadi seorang penulis ternama. Menjadi seorang pengarang yang namanya tertulis di sebuah punggung buku yang bertitel “Best Seller”. Dari komunitas ini kami berharap bisa menemukan orang-orang “terhilang” seperti mereka.
Jika ada orang yang senang membaca, rajin menulis, suka dengan dunia literasi; mengapa tidak sekalian saja menjadi penulis profesional? Bukankah tidak ada orang yang benar-benar sukses jika dia melakukan pekerjaan yang tidak benar-benar dia senangi? Dan saya yakin karier sebagai seorang penulis masih sangat cerah dewasa ini.

Bahkan tidak hanya profesi penulis. Semua pekerjaan yang dilakukan karena memang ada hati saat mengerjakannya, pasti akan membawa kesuksesan untuk yang melakukannya.
********/*******

Nothing last forever. Begitu pepatah Inggris mengatakan, kalau tidak ada satu pun yang abadi.

Mungkin karena NBC Jogja ini baru berdiri, kita semua masih semangat ‘45 saat ini. Beberapa hal yang saya pelajari, dan saya juga belajar dari pengalaman orang lain yang pernah terlibat dalam organisasi nirlaba selama ini, ada tiga faktor yang bisa membuat sebuah komunitas non profit hilang tak berbekas sama sekali karena ditinggal pergi. Dan saya harap ini tidak terjadi di NBC.

1. Komunikasi antar anggota jelek dan tidak transparan. Terlalu banyak berharap pada stakeholder.
Itulah mengapa pada awalnya saya tekankan harus ada sebuah pertemuan rutin (di dunia nyata). Ini lebih kepada menjaga hubungan baik antar anggotanya. Bentuknya bisa makan bersama (bayar masing-masing tapi ya :p), curhat (boleh kok), atau apalah yang bisa membuat masing-masing anggotanya merasa nyaman dan “diorangkan” dalam komunitas. Gak ada yang merasa sebagai pelengkap penderita saja.

2. Komunitas non profit lebih berhubungan dengan emosi. Bukan materi. Karena tidak ada “commercial value”. Istilah kasarnya: gak ada yang dibayar.
Itulah mengapa saya bikin motto: dari kita, untuk kita. Jadi suksesnya komunitas ini karena kita. Hancurnya komunitas ini juga karena kita yang ada di dalamnya. Jangan sampai ada yang merasa jadi orang nomor satu atau nomor dua. Semua anggota mempunyai hak yang sama dalam berbicara. Kalau ada uneg-uneg katakan saja pada yang lainnya. Kita belajar sistem demokrasi sama-sama.

Jangan ada “silent majority” yang selama ini menjadi kelemahan negara demokrasi. Demokrasi itu harus hiruk pikuk. Demokrasi itu berarti: “Saya akan mempertahankan hak Anda untuk berpendapat, meskipun saya sama sekali tidak suka atau tidak setuju pada pendapat Anda.” Hingga akhirnya tiap pendapat atau masukan diputuskan secara musyawarah atau voting. Dan memang, tiap keputusan yang diambil pasti tidak dapat menyenangkan semuanya. Tapi bukankah itu esensi dari demokrasi? Bukankah itu makna kata “keputusan”? Ada kata “putus” di sana, yang memang bermakna menyakitkan. Tapi itulah demokrasi: menghargai keputusan bersama.

Sistem ini untuk menghindari otoritas satu atau beberapa orang dalam komunitas non profit. Gak ada bosnya, istilahnya. Jangan ada yang merasa memerintah atau diperintah. Kasarnya: “Siapa elu? Kasih makan gue aja kagak!” :D

3. Menjaga komitmen awal.
Yang sulit dilakukan saat melakukan aktivitas sosial adalah menjaga semangat mula-mula. Karena memang tidak ada kewajiban untuk melakukannya dengan sebaik-baiknya. Seiring waktu yang berjalan, tiap-tiap anggota komunitas non profit bisa saja mempunyai banyak kesibukan. Dan selanjutnya akan berpikir: “Apa untungnya?” Atau “Mana yang lebih menguntungkan?”

Jadi kembali ke nomor satu. Komunitas non profit harus lebih bisa memberi makna dan meninggalkan kesan di tiap anggotanya. Misalnya bisa jadi tempat curhat, menambah relasi atau apa saja yang bisa membuat tiap anggotanya merasa nyaman ada di dalamnya, dan akhirnya merasa memiliki komunitasnya. Jika sudah punya rasa memiliki, pasti selanjutnya akan lebih mudah untuk berkomitmen dan bertanggung jawab pada “kelangsungan hidup” komunitas tersebut.

Lawan kata cinta bukan benci, melainkan tidak peduli. Jadi jika Anda mencintai, pasti Anda peduli dengan obyek yang Anda cintai.


Demikian.

Silahkan kalau ada yang menambahkan :)

3 komentar:

  1. Kalau aku sendiri sih berharap, kalau mau bikin komunitas ini sukses, semua harus mau dan berani ngomong mengeluarkan ide dan pendapatnya. Jangan malu. Jangan hanya jago dalam urusan menulis, tetapi juga jago untuk mengeluarkan pemikiran secara langsung ketika kumpul-kumpul.

    Saya sih menganggap, 2 kali pertemuan kemarin masih dalam tahap penyesuaian satu sama lain. Jadi wajar kalau masih pada malu-malu buat ngomong :D
    Next-nya, segala kekakuan itu bisa semakin berkurang dan hilang sama sekali.

    -Ryu Deka-

    BalasHapus
  2. Setuju... Jangan malu. Mengeluarkan pendapat itu kan dilindungi oleh UUD 1945 :D

    "Jangan hanya jago dalam urusan menulis, tetapi juga jago untuk mengeluarkan pemikiran secara langsung ketika kumpul-kumpul." ->> Kalau grogi mau ngomong apa, boleh kok ditulis dulu. Terus disharekan.

    Komunitas NBC Jogja ini dari kita dan untuk kita! :)

    -Vic-

    BalasHapus
  3. Lanjutkan. Hem belakangan makin banyak kok pecinta tulis menulis. Kalau kita mau sebarkan virus menulis, akan cepat banget tuh menular ^^

    Saia juga belajar komunikasi. Seorang penulis juga penting punya jiwa berkomunikasi

    BalasHapus